Headline News :

Kamis, 17 Juni 2010

Pendidikan Kesetaraan Bukan Hanya untuk Kaum Marjinal

JAKARTA, SPIRIT-- Paradigma lama yang menyatakan pendidikan kesetaraan hanya ditujukan kepada kaum marjinal, tidak pernah bersekolah, putus sekolah atau sebagai pilihan terakhir melanjutkan pendidikan harus ditinggalkan karena semua kalangan berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan pilihannya.

"UU Sistem Pendidikan Nasional menyatakan hasil pendidikan non formal, yakni paket A, paket B dan paket C dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk pemerintah dan pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan (SNP), kata Direktur Pendidikan Kesetaraan Ditjen Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI) Depdiknas, Ella Yulaelawati, di Jakarta, belum lama ini.



Saat ini, ujar Ella, layanan pendidikan kesetaraan banyak diselenggarakan melalui sanggar kegiatan belajar (SKB), Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM), rumah singgah dan sebagainya.

Karena pendidikan kesetaraan sifatnya terbuka, utamanya bagi masyarakat yang belum berkesempatan melanjutkan pendidikannya karena alasan bekerja, menekuni bidang keahlian tertentu maka sejak lima sejak lima tahun terakhir banyak permintaan dari komunitas tertentu seperti atlet, artis, seniman musik, seniman tari, pelukis untuk melakukan pembelajaran mandiri dengan membentuk Sekolah Rumah.

"Pendidikan kesetaraan karena sifatnya terbuka dan mandiri, maka membuka peluang bagi masyarakat untuk memilih waktu yang paling tepat untuk mengelola sendiri kapan mereka akan memulai pembelajaran tanpa harus terikat ruang dan waktu," katanya.

Ella mengatakan, di kota-kota besar sudah muncul kelompok-kelompok masyarakat yang tidak lagi memilih jalur pendidikan formal karena alasan harus menekuni profesi tertentu.

Selain itu, kini banyak pula orang tua dari kalangan menengah ke atas yang kini memilih mendidik secara mandiri anak-anak mereka dengan mendatangkan guru ke rumah dan pada saat ujian akhir mereka mendaftar pada komunitas Sekolah Rumah dan secara kolektif berkoordinasi dengan Direktorat Kesetaraan Ditjen PNFI menyelenggarakan Ujian pendidikan kesetaraan sesuai dengan kelompoknya Paket A, Paket B atau paket C, katanya.

Lebih lanjut dikatakannya, saat ini komunitas Sekolah Rumah sudah banyak yang mendirikan organisasi sebagai wadah bertukar informasi, menambah referensi dan sebagainya seperti organisasi yang didirikan Seto Mulyadi atau kak Seto yakni Pena Asuh, Global Scope, Dewi Hughes Home Schooling, serta komunitas lain yang dibentuk oleh sejumlah tokoh masyarakat.

Ia mengatakan, pendidikan kesetaraan dilaksanakan dengan tetap mengacu pada standar kompetensi dan standar isi yang sama dengan pendidikan formal dan telah disetujui oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang merupakan mitra pemerintah dalam penyusun dan pelaksana kebijakan pendidikan nasional.
Karena itu, Direktorat Pendidikan Kesetaraan ke depan menginginkan lembaga-lembaga penyelenggaraan program paket A, B dan C dan Sekolah Rumah agar melaksanakan pembelajaran secara fokus sehingga tidak ada keraguan masyarakat untuk menjadikan pendidikan non formal sebagai pilihan mengikuti pendidikan. (republika online)

0 komentar: