Headline News :

Rabu, 23 April 2014

Pendidikan Luar Sekolah

Pendapat Ahli

Menurut Philips H. Combs: bahwa pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan di luar sistem formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan belajar.
Menurut UNESCO (1972): pendidikan luar sekolah mempunyai ketaatan, keseragaman yang rendah, program bervariasi, tujuan tidak seragam, peserta didik yang tidak ketat, persyaratan yang longgar dan teknik-teknik dagnosis, rencana dan evaluasi yang berbeda dibanding pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah mempunyai bentuk, tujuan dan isi program yang seragam di tiap tingkatan, peserta didik yang ketat.
Menurut Komunikasi Pembaharuan Nasiona Pendidikan: PLS adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan hidup, dengan tujuan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang efisisen dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya.
Menurut UUD 1945, Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 1989 dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 73 Tahun 1991: PLS adalah kumpulan individu yang menghimpun dari dalam kelompok dan memiliki ikatan satu sama lain untuk mengikuti program pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah dalam rangka mencapai tujuan belajar.
Konsep menurut Kaplan (1964): PLS adalah sebuah bentuk citra mental yang digunakan sebagai alat memadukan pengamatan dan pengalaman yang memiliki kesamaan. Konsep pendidikan luar sekolah  muncul atas dasar hasil observasi yang hasilnya diketahui persamaan dan perbedaan ciri-ciri pendidikan luar sekolah dan pendidikan sekolah. Pendidikan luar sekolah juga memiliki sistem, prinsip, paradigma yang relatif berbeda dengan pendidikan sekolah.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: PLS adalah segenap bentuk pelatihan yang diberikan secara terorganisasi di luar pendidikan formal. Misalnya, kursus keterampilan.
Menurut Russel Kleis: pendidikan luar sekolah adalah usaha pendidikan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis. Biasanya pendidikan ini berbeda dengan pendidikan tradisional terutama yang menyangkut waktu, materi, isi dan media. Pendidikan luar sekolah dilaksanakan dengan sukarela dan selektif sesuai dengan keinginan serta kebutuhan peserta didik yang ingin belajar dengan sungguh-sungguh.
Menurut Axinn: mengemukakan bahwa pendidikan luar sekolah merupakan kegiatan yang ditandai dengan kesengajaan dari kedua belah pihak, yaitu pendidik yang sengaja membelajarkan peserta didik, dan peserta didik yang sengaja untuk belajar.
Menurut Suzanna Kindervatter: mengemukakan definisi pendidikan luar sekolah sebagai berikut: pendidikan luar sekolah sebagai suatu metoda penerapan kebutuhan, minat orang dewasa dan pemuda putus sekolah di negara berkembang, membantu dan memotivasi mereka untuk mendapatkan keterampilan guna menyesuaikan pola tingkah laku dan aktivitas yang akan meningkatkan produktivitas dan meningkatkan standar hidup.
Suzanna Kindervatter mengusulkan pendidikan pendidikan luar sekolah sebagai "empowering process”. Empowering process adalah pendekatan yang bertujuan untuk memberikan pengertian dan kesadaran kepada seseorang atau kelompok guna memahami dan mengontrol kekuatan sosial ekonomi dan politik sehingga dapat memperbaiki kedudukannya dalam masyarakat. Program pembelajaran dalam empowering process dirancang untuk memberi kesempatan kepada para anak putus sekolah, dengan menganalisis keadaan kehidupan mereka guna, mengembangkan keterampilan yang dikehendaki agar dapat merubah keadaan kehidupan mereka.
Menurut Adikusumo (1986: 57) dalam bukunya Pendidikan Kemasyarakatan mengemukakan pengertian pendidikan luar sekolah adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah, dimana seseorang memperoleh informasi-informasi pengetahuan, latihan ataupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan hidupnya dengan tujuan mengembangkan tingkat kerterampilan, sikap-sikap peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga bahkan masyarakat dan negaranya.
Menurut Sudjana:  mengemukakan pengertian pendidikan luar sekolah sebagai berikut: "Pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan belajar membelajarkan, diselenggara-kan luar jalur pendidikan sekolah dengan tujuan untuk membantu peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi diri berupa pengetahuan, sikap, keterampilan, dan aspirasi yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga, masyarakat, lembaga, bangsa, dan negara.
Menurut common sense: PLS adalah segala kegiatan pendidikan yang berlangsung di luar sistem persekolahan dalam rangka meningkatkan potensi warga belajar yang meliputi pelatihan-pelatihan, keterampilan, pengembangan masyarakat sehingga dapat diaplikasikan baik di lingkungan keluarga maupun bermasyarakat.
Realitas Lapangan tentang PLS
Pendidikan yang Sesuai dengan Kebutuhan Masyarakat
Kita menyadari bahwa SDM kita masih rendah, dan tentunya kita masih punya satu sikap yakni optimis untuk dapat mengangkat SDM tersebut. Salah satu pilar yang tidak mungkin terabaikan adalah melalui pendidikan nonformal atau lebih dikenal dengan pendidikan luar sekolah (PLS).
Seperti kita ketahui, bahwa rendahnya SDM kita tidak terlepas dari rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, terutama pada usia sekolah. Rendahnya kualitas SDM tersebut disebabkan oleh banyak hal, misalnya ketidakmampuan anak usia sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sebagai akibat dari kemiskinan yang melilit kehidupan keluarga, atau bisa saja disebabkan oleh oleh angka putus sekolah, hal yang sama disebabkan oleh faktor ekonomi.
Pendidikan dilakukan tidak lain hanyalah untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. SDM yang berkualitas hanya terbentuk apabila terdapat proses pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas ini selanjutnya hanya bertumpu pada lembaga pendidikan yang tidak membekali pada kemampuan kognitif saja, akan tetapi pada kemampuan afektif dan psikomotorik (Isjoni, 2008:3).
Firdaus M. Yunus (2005:8) juga mengatakan bahwa pendidikan bagi manusia adalah proses seumur hidup dan terwujudkan atas dasar tujuan yang luas. Dewasa ini keberadaan pendidikan lazimnya dipandang sebagai sesuatu kegiatan yang bersifat partisipan untuk menyongsong perkembangan-perkembangan yang akan terjadi pada masa mendatang. Postur antisipasi ini ditentukan oleh persepsi masyarakat pendidikan terhadap kecenderungan yang ada yang ditarik secara inferensial dari fakta-fakta dari dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Pendidikan luar sekolah atau sekarang disebut pendidikan nonformal merupakan jalur pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan. Satuan pendidikan non formal meliputi kursus atau lembaga pendidikan keterampilan, kelompok beajar, atau satuan pendidikan yang sejenis.
Pendidikan nonformal memberikan pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat diluar jalur sekolah atau formal. Pendidikan jalur ini meliputi PAUD, Pendidikan Kesetaraan, pendidikan buta aksara, pendidikan orang dewasa, pendidikan keluarga, pendidikan masyarakat dan pendidikan lain yang di tentukan untuk pendidikan mengembangkan kemampuan akademik dan kejuruan peserta didik sesuai dengan kebutuhan.
Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed (2002:127), mengatakan bahwa penguasaan yang mendalam atas suatu ilmu dan suatu keterampilan sehingga bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang di hadapi dalam kehidupan anak didik jauh lebih berguna dan lebih baik ketimbang penguasaan banyak ilmu dan keterampilan secara sepintas lalu tidak bisa dijadikan alat untuk memecahkan masalah kehidupan anak didik, baik dalam kehidupan social maupun kehidupan akademiknya.
Pendidikan nonformal berasaskan pendidikan sepanjang hayat atau livelong education. Pada pelaksanaan pendidikan nonformal selalu melibatkan dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Sehingga masyarakat merasa memilikinya.
Sistem Pendidikan yang Sesuai bagi Masyarakat
Pendidikan nonformal merupakan pendidikan berbasis masyarakat, pendidikan berbasis masyarakat artinya pendidikan tersebut bersumber dari kebutuhan masyarakat dan untuk masyarakat itu sendiri, seperti yang di sebutkan oleh Paulo Freire yaitu pendidikan berbasis realitas sosial. Praktik pendidikan harus dibuat sedemikian rupa agar berkolerasi dengan kebutuhan mendasar masyarakat, yang pada akhirnya pola kebijakan pendidikan selaras dengan pemenuhan keberhasilan program otonomi daerah.
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonfermsl menjadi lebih efektif karena menekankan pada skill yang di butuhkan oleh masyarakat itu sendiri. Pendidikan nonformal memberikan peluang pendidikan kepada mereka warga masyarakat yang tidak berkesempatan mengenyam pendidikan formal. Selain biaya yang relatif mahal, sistem pendidikannya yang terlalu global dan kurang tepat sasaran pada kebutuhan masyarakat, pendidikan nonformal dipandang lebih murah dan hemat, dengan adanya kursus atau lembaga pelatihan kerja yang hanya membutuhkan waktu relatif singkat untuk menyelesaikannya.
Michelle Kuenzi (2006) menyatakan, Non Formal Education is genereally seen as more cost. Effective than format education because people move through courses and programmes at a fas rate then students in the formal system and, in turn, are able to utilise practical knowledge and skills immediately.

Tidak hanya itu pendidikan nonformal juga berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, penanggulangan pengangguran juga peningkatan kualitas sumber daya manusia. Bagaimana tidak? Seorang pengangguran mengikuti lembaga pelatihan kerja untuk menambah kecakapan hidup, sehingga seseorang itu dapat bekerja sesuai keahlian yang telah ia miliki sehingga ia dapat mengentaskan diri dari masalah ekonomi. Para petani dan peternak yang notabene tidak berpendidikan diberikan penyuluhan tentang pertanian dan peternakan melalui pendidikan nonformal sehingga dapat memperoleh hasil panen melimpah dan berkualitas. Anak putus sekolah, tidak bisa melanjutkan ke pendidikan formal dapat mengikuti program keseteraan yaitu kelompok belajar atau disingkat KEJAR PAKET A setara SD, KEJAR PAKET B setara SMP, KEJAR PAKET C setara SMA.

Mulai dari balita dengan melalui PAUD, pemberdayaan pemuda, pemberdayaan perempuan, keaksaraan, keseteraan, merupakan bidang garapan dari pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal tidak hanya sekedar sebagai suatu alternatif pendidikan, tetapi merupakan pemegang peranan penting dalam rangka membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan tersebut merupakan pendidikan paling efektif yang dibutuhkan dalam menghadapai dunia ini karena sistem pendidikan nonformal lebih tepat sasaran. Sehingga semua kalangan masyarakat dapat mengenyam pendidikan

Senin, 21 Oktober 2013

PLS UM Gelar Pelatihan Jurnalistik dan Pembuatan Majalah




 










oleh:humas
 


Pelatihan Jurnalistik dan Pembuatan Majalah bagi Mahasiswa.


Malang. 25/11/2013. Untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam bidang kejurnalistikan, Jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) menggelar Pelatihan Kejurnalistikan dan Pembuatan Majalah. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada Jum'at (20/09/2013) di Aula Gedung E1,  yang  dihadiri oleh Ketua Jurusan (Kajur) PLS, Dr. Endang Sri Redjeki, M.S, Ketua Redaksi Majalah Spektrum PLS, Shinta Oktafiana, dan pemateri pelatihan yaitu Dr. Zulkarnain Nasution, M.Pd, M.Si., dan Habib Prastyo, S.Pd, serta 182 peserta yang terdiri dari mahasiswa angkatan 2012 dan angkatan 2013.

Selasa, 08 Oktober 2013

Ini Hasil Apresiasi PTKPAUDNI Berprestasi di Batam

Kontingen dari Kalimantan Selatan diguyur hujan
Batam (08/10) mengutip dari http://fauziep.com: Apresiasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan PAUDNI (PTK PAUDNI) Berprestasi Tingkat Nasional, sudah ditutup pada hari Senin, 7 Oktober 2013 di Hotel Harmoni One Batam Kepulauan Riau. Hajatan penghargaan bagi insan PTK PAUDNI tersebut ditutup oleh Dirjen PAUDNI Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi.

Berikut ini daftar PTK PAUDNI yang berhasil menyabet penghargaan untuk 15 kategori perorangan dan dua kategori kelompok.

PTK Pendidikan Anak Usia Dini
PTK PAUD
 
PTK Kursus dan Pelatihan
PTK Kursus 1
PTK Kursus 2
PTK Pendidikan Masyarakat
PTK Dikmas

Lomba Kelompok
PTK Kelompok

Ini DIa Sang Wartawan Frelancer Tak Bergaji PAUDNI

Ini dia tokoh informasional layaknya wartawan tak bergaji di dunia pendidikan luar sekolah, Pamong belajar yang akrab di panggil pa fauzi yang terkenal dengan update informasi terbaru tentang PAUDNI ini sering terlihat di lingkungan kegiatan apresiasi PTK PAUDNI berprestasi di batam.

Saat Pendidik PAUD tidak layak mendidik anak

Hal ini sangat membingungkan bagi saya ketika saya melihat dengan kepala saya sendiri seorang guru paud menyatakan bahwa pada saat mengajar anak di PAUD dirinya merasa tersiksa dengan tingkah laku anak-anak didiknya.
rasa perhatian dan respek terhadap anak kecilpun terasa jauh dari seorang keibuan, seperti uluran tangan pun tak pernah, padahal inilah yang seharusnya dimiliki seorang pendidik PAUD, saya mencoba mengorek apa yang sebenarnya menjadi pertimbangannya menjadi pendidik PAUD yang tidak suka dengan anak-anak, ternyata hanya masalah sikap dan perilaku pendidik itu sendiri.
melihat perilaku dan sikap terutama dalam berbicara seperti orang yang tidak mau mengalah, egois, mau menang sendiri... aneh tapi nyata... hp

Kamis, 03 Oktober 2013

Pentingnya Informasi Dalam Apresiasi PTKPAUDNI...

Batam. Gemerlap kemeriahan lomba sejuta umat pencinta Pendidikan Luar Sekolah kembali di gelar yang kini diadakan di Batam, terlihat antusias seluruh perwakilan insan PTKPAUDNI yang ambil bagian dalam kegiatan yang setiap tahun diadakan oleh Direktorat Jenderal PAUDNI Kemdikbud.

Kemeriahan itu kini seakan menjadi momok bagi penggiat PTK PAUDNI di seluruh Indonesia untuk berlomba menjadi yang terbaik di lingkungan dunia pendidikan luar sekolah. hampir dari seluruh negeri di Republik Indonesia ini ikut ambil bagian dari seluruh kategori lomba yang dilaksanakan mulai dari Buta huruf sampai dengan kursus pelatihan.
Namun ada kritik yang harus disampaikan pada acara ini yang masih berlangsung terkait dengan simpang siur kebenaran peraturan lomba yang di berikan kepada seluruh peserta seperti halnya: Penulisan karya tulis dan ilmiah terkait dengan sistematika penulisan yang membuat bingung ini semakin diperparah dengan keterbatasan informasi antara pusat dengan daerah.
Padahal salah satu cara terbaik dalam menyebarkan informasi dapat melalui media elektronik yang tersedia, salah satunya dengan website Direktorat, sebagai pelaksana harusnya Dit. PTKPAUDNI menggiatkan penggunaan website tersebut sehingga bila ada keraguan seluruh Indonesia bisa mengampunya dengan baik sehingga informasi tersampaikan dengan baik.
jadi kemanaperan web P2TK PAUDNI dalam memberikan informasi diperhelatan PAUDNI besar-besaran ini???? -hp-

Minggu, 29 September 2013

PEMAHAMAN DASAR KF SEBAGAI PROGRAM PENDIDIKAN DASAR PADA SISTEM PENDIDIKAN NONFORMAL




Abstract: Pendidikan di Indonesia memiliki berbagai kelemahan dalam upaya penghapusan buta huruf, mulai dari permaknaan konsep dasar sampai dengan pelaksanaan teknis di lapangan. Keaksaraan fungsional menjadi sebuah pendidikan dasar kini di dalam wilayah format pendidikan nonformal dan informal

Keyword:Functional Literacy, Nonformal Education, Blind Literacy


PENDAHULUAN

Di Indonesia pendidikan luar sekolah sudah tumbuh di tengah masyarakat sejak sebelum kemerdekaan. Namun pengakuan secara yuridis formal terhadap keberadaan pendidikan luar sekolah di Indonesia baru pada tahun 1989, yaitu setelah adanya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dan kini sudah lebih di tekankan dan diakui pada Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Dengan Undang-Undang ini terkandung hasrat mulia, untuk memberi pelayanan pendidikan sepanjang hayat bagi seluruh warga masyarakat tanpa membedakan usia, kelamin, suku, agama, budaya dan lingkungan. Empat kata kunci yang diperlukan untuk dapat mewujudkan zat perekat dimaksud adalah kepercayaan, kesediaan, mendengar keterbukaan, dan rasa tanggung jawab. Keempat elemen tersebut bukan sesuatu yang berdiri sendiri dan terpisah tetapi merupakan satu kekuatan yang saling terkait, saling memperkuat.

SOLUSI PERMALASAHAN PENDUDUK INDONESIA DENGAN PROGRAM PLS




Latar Belakang
Pelatihan di Ponpes Langitan
Bangsa Indonesia merupakan negara terbesar yang memiliki penduduk beberapa etnis, suku dan aliran. Karena sekian banyaknya terkadang pemerintah menjadi kewalahan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yang kini semakin hedonis, semakin tidak memperdulikan apa yang ada dilingkungan sekitar, semakin merajalela dengan kemasabodohannya terutama dalam bermasyarakat. Selain itu Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar ke 4 setelah Amerika Serikat. Selain jumlah penduduknya yang besar, luasnya negara kepulauan dan tidak meratanya penduduk membuat Indonesia semakin banyak mengalami permasalahan terkait dengan hal kependudukan. Tidak hanya itu, faktor geografi, tingkat migrasi, struktur kependudukan di Indonesia membuat masalah kependudukan semakin kompleks dan juga menjadi hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus guna kepentingan pembangunan manusia Indonesia. Adapun masalah-masalah kependudukan yang dialami oleh Indonesia antara lain:

Jumat, 16 November 2012

KONSEP POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENGAJARKAN MEMBACA KEPADA ANAK

PENDAHULUAN
Bisa membaca di usia dini mungkin bukanlah segalanya. Ada hal yang lebih penting dari sekedar kemampuan membaca, yang justru agak sering terlewatkan, yaitu bagaimana membuat anak-anak senang dengan buku dan senang dengan kegiatan membaca. Jika pembentukan kebiasaan membaca kurang dibangun, tak jarang, anak-anak yang sudah bisa membaca pun menjadi tidak tertarik dengan buku dan aktivitas membaca. Namun demikian, tidak juga berlebihan kiranya jika orang tua mulai menyediakan media belajar membaca (apapun itu) pada saat anak-anak terlihat mulai begitu antusias dengan buku dan kegiatan membaca, meskipun mereka masih berusia balita atau bahkan batita. Kontroversi tentang hal tersebut memang masih selalu hangat untuk dibicarakan dan tak pernah ada habisnya dari waktu ke waktu. Beberapa pihak bahkan melarang orang tua atau guru untuk mengajarkan keterampilan membaca pada anak usia dini, dengan alasan takut anak-anak jadi terbebani, sehingga mereka menjadi benci dengan kata "belajar".
Permasalahan yang muncul ketika anak sudah mulai mengenal huruf adalah orang tua pada umumnya mengalami kesulitan dalam membimbing anak-anaknya untuk mengajari membaca.

Premanisme Dalam Dunia Pendidikan



Akhirnya, dunia pendidikan yang telah dirasuki “premanisme” hanya akan menghasilkan apa yang disebut “mafia”. Di tingkat birokrat atau pemerintahan, sudah latah dijalankan operasi mafia melalui KKN. Bentuk nyata lain dari output dunia pendidikan yang telah dirasuki praktik premanisme di tingkat birokrat, adalah apa yang marak terjadi sekarang ini, yakni “calon legislatif berijazah palsu”. Bagaimana itu bisa terjadi jika memang tidak ada “premanisme” dalam dunia pendidikan kita?

Premanisme Masuki Dunia Pendidikan Kita
CATATAN kelam menoreh dunia pendidikan di Bali. Jumat, 20 Februari 2004 terjadi perkelahian antara pelajar SMPN 1 Denpasar dan SMPN 3 Denpasar. Selama ini tawuran antarpelajar lebih sering diberitakan terjadi di Jakarta. Itu pun umumnya dilakukan pelajar setingkat SMU. Namun, yang terjadi di Bali malah antarpelajar SMP.

Penggantian nama PNS dengan ASN

Mayoritas masyarakat Indonesia pasti dapat menjawab dengan tepat kepanjangan dari PNS. Mereka pasti menjawab, Pegawai Negeri Sipil. Tetapi saya juga yakin bahwa hanya sedikit orang yang mengetahui kepanjangan dari ASN.
ASN memang terdengar asing walaupun ternyata memiliki arti yang sama dengan PNS. ASN merupakan singkatan dari Aparatur Sipil Negara. Nah dalam waktu dekat, sebutan PNS akan segera berganti dengan ASN setelah Rancangan Undang-Undang Tentang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) disahkan menjadi Undang-Undang.

Rabu, 03 November 2010

PENDEKATAN PSIKOLOGI KONSELING SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)

PENDAHULUAN
Ada sebuah pertanyaan yang cukup baik yaitu “Apakah Lembaga PAUD tidak perlu bimbingan dan konseling? PAUD sekarang bisa dibilang setara dengan pendidikan dasar, sehingga anak didiknya memerlukan bimbingan konseling. Asumsi dasar yang melandasi bahwa PAUD memerlukan bimbingan dan konseling adalah kesetaraan PAUD sekarang ini dengan pendidikan dasar dan menengah. Jika di lingkungan pendidikan dasar dan menengah bimbingan konseling sangat dibutuhkan, otomatis PAUD juga membutuhkannya.
Selain keahlian dan pengalaman pendidik, faktor lain yang perlu dipehatikan adalah kecintaan yang tulus pada anak, berminat pada perkembangan mereka, bersedia mengembangkan potensi yang dimiliki pada anak, hangat dalam bersikap dan bersedia bermain dengan anak.
Tidak berlebihan jika PAUD dan jenjang pendidikan di atasnya adalah setara. Kesetaraan tersebut dapat dilihat dari segi yuridis landasan UU maupun tenaga kependidikan yang menanganinya. Dalam UU RI No. 20/2003 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. Pendidikan anak usia dini jalur formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudhatul athfal (RA) atau bentuk lain yang sejenis; jalur nonformal berbentuk kelompok bermain (KB) dan bentuk lain yang sejenis; sementara di jalur informal berbentuk Taman Penitipan Anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat.

KAJIAN SOSIOLOGIS TERHADAP KONSEP KELEMBAGAAN DENGAN KEORGANISASIAN DAN UPAYA MEMBUAT RUMUSAN YANG LEBIH OPERASIONAL

PENDAHULUAN
Menurut Uphoff (1986: 8-9), istilah kelembagaan dan organisasi sering membingungkan dan bersifat interchangeably. Secara keilmuan, ‘social institution’ dan ‘social organization’ berada dalam level yang sama, untuk menyebut apa yang kita kenal dengan kelompok sosial, grup, social form, dan lain-lain yang relatig sejenis. Namun, perkembangan akhir-akhir ini, istilah “kelembagaan” lebih sering digunakan untuk makna yang mencakup keduanya sekaligus. Ada beberapa alasan kenapa orang-orang lebih memilih istilah tersebut. Kelembagaan lebih dipilih karena kata “organisasi” menunjuk kepada suatu social form yang bersifat formal, dan akhir-akhir ini semakin cenderung mendapat image negatif. Kata kelembagaan juga lebih disukai karena memberi kesan lebih “sosial” dan lebih menghargai budaya lokal, atau lebih humanistis.

Pendidikan Nonformal berbasis masyarakat

PENDAHULUAN
Kesulitan dan tantangan dalam kehidupan manusia baik yang diakibatkan oleh lingkungan maupun alam yang kurang bersahabat, sering memaksa manusia untuk mencari cara yang memungkinkan mereka untuk keluar dari kesulitan yang dialaminya. Masih banyaknya warga yang tidak melanjutkan pendidikan ke taraf yang memungkinkan mereka menggeluti profesi tertentu, menuntut upaya-upaya untuk membantu mereka dalam mewujudkan potensi yang dimilikinya agar dapat bermanfaat bagi pembangunan bangsa.
Sejauh ini, anggaran yang berkaitan dengan pendidikan mereka masih terbatas, sehingga berbagai upaya untuk dapat terus mendorong keterlibatan masyarakat dalam membangun pendidikan terus dilakukan oleh pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar makin tumbuh kesadaran akan pentingnya pendidikan dan mendorong masyarakat untuk terus berpartisipasi aktif di dalamnya.

Karya Inovasi Pembelajaran Kelompok Mandiri Menggunakan Media Komik Pada Peserta Didik Paket B Setara SMP

Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Berdasarkan penjelasan Pasal 17 dan Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003.