Headline News :

Kamis, 17 Juni 2010

Korupsi Pendidikan Pendidikan Antikorupsi

MESKI Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengingatkan agar peringatan Hari Antikorupsi sedunia. Rabu (9/12), tidak dijadikan upaya menjatuhkan dirinya, berbagai pemangku kepentingan antikorupsi tetap akan menggelar perhelatan akbar untuk memperingatinya. Kontroversi seputar pernyataan SBY tersebut mendapat sorotan berbagai pihak. Terlepas pro dan kontra atas pernyataan SBY, publik sebenarnya menginginkan upaya pemberantasan korupsi ini secara komprehensif, transparan, akuntabel, sehingga secara signifikan semakin berkurang para aktor, mediator, dan para "cukong" di balik kasus-kasus korupsi.

Fenomena korupsi telah meruntuhkan altar demokrasi kita. Bahkan, korupsi menjadi endemik menjalar ke berbagai pilar negara termasuk dunia pendidikan. Menurut Kesuma, Darmawan dan Permana (2008), di lembaga-lembaga pendidikan, korupsi dapat terjadi misalnya pembelian/penyuapan untuk memperoleh kenaikan kelas, atau memasuki lembaga-lembaga pendidikan yang bagus (prasekolah, SD, SMP/SMA, universitas). Juga penggelapan akademis seperti penjualan soal ujian, penjualan/pembelian nilai hasil ujian dan ijazah dan gelar-gelar akademik. Tipe lainnya adalah uang sekolah tambahan (untuk pengajaran di sore

hari atau ketika libur), pengurangan lingkungan pengajaran (anak-anak dimanfaatkan sebagai tenaga kerja gratis untuk keuntungan guru), dan pengadaan berbagai projek bangunan yang acap tanpa tender yang jelas.

Terdapat sejumlah persoalan menyangkut dampak korupsi terhadap dunia pendidikan. Pertama, merosotnya kualitas pendidikan. Korupsi mengakibatkan tidak adanya atau rendahnya kualitas sarana, prasarana, dan media pendidikan, serta mutu pendidik dan lulusan yang rendah. Padahal rendahnya kualitas dalam sistem pendidikan dari suatu negara dapat menyebabkan generasi mudanya mencari peluang pendidikan yang lebih baik di negara lain (capitalflight, modal ke mancanegara).

Kedua, terjadinya ketimpangan sosial (.social gap). Korupsi meminggirkan kelompok-kelompok masyarakat yang miskin dan marginal mengenyam pendidikan. Akibat korupsi, pendidikan (yang korup) akan melahirkan genera-si-generasi yang korup juga. Generasi korup melahirkan juga pendidikan dan pemerintah yang korup. Negara kalah bersaing dari negara lain sehingga pada gilirannya menjadi negara yang lemah. Akibat lainnya, kurangnya angkatan kerja yang terdidik, yang menyebabkan lambannya pertumbuhan ekonomi. Besarnya jumlah penduduk yang tidak terdidik berdampak kepada investasi.

Ketiga, tercerabutnya moralitas akhlak mulia. Korupsi sudah mengubah persepsi publik. Kejujuran semakin sulk ditemukan dan dihargai. Justru orang-orang yang jujur tidak diapresiasi dalam dunia pendidikan yang penuh ketidakjujuran. Kasus nilai Ujian Nasional (UN) hasil menyontek lebih dihargai daripada nilai hasil kejujuran.

Seiring dengan isu antikorupsi yang semakin kencang disuarakan berbagai elemen masyarakat, sebenarma apa yang sejatinya diperbuat oleh bangsa ini untuk memberantas korupsi melalui penyadaran publik. Kata kuncinya, tidak lain melalui pendidikan. Pendidikan antikorupsi semestinya melahirkan pioner-pioner anak bangsa sebagai agen pelawan koruptor. Persoalannya, bagaimana rancang bangun pendidikan antikorupsi itu didesain dan dikemas menjadi pendidikan yang mengakselerasi gerakan antikorupsi antargenerasi.

Pendidikan antikorupsi memiliki peran ganda atas penanganan korupsi. Selain sebagai salah satu pencegah nilai-nilai dan moral buruk korupsi, pendidikan antikorupsi pun harus melatih peserta didik agar selalu menyuarakan nurani publik menghadapi fenomena dan kasus korupsi. Sebab, koruptor sesungguhnya memiliki moralitas mempertiihankan uang seperti ungkapan ...greed is good, money b God" (...rakus itu bagus, uang adalah Tuhan). Korupsi pun ditengarai Dr. Ramiro Larrea Santos dari Equador disebabkan oleh kegagalan nilai-nilai etika, kebodohan, dan tidak adanya transparansi (ethical values, illiteracy, and a non-transparent).

Dalam upaya pencegahan korupsi, diperlukan gerakan pendidikan antikorupsi dalam lingkup sekolah maupun masyarakat. Pendidikan antikorupsi selayaknya bukanlah mata pelajaran tersendiri, melainkan sejumlah nilai, moral, norma antikorupsi yang harus menjadi roh dan substansi pada setiap mata pelajaran/mata kuliah di perse-kolahan/perguruan tinggi. Bahkan kurikulum pendidikan yang selama ini diajarkan semestinya bermuatan nilai antikorupsi. Artinya pembelajaran apa pun tidak cukup hanya mengandalkan aspek kognisi melainkan diisi substansi ranah afeksi yang dapat mengantarkan peserta didik menjadi sosok yang cerdas nuraninya. Dengan demikian pendidikan antikorupsi lebih merupakan jiwa, semangat, dan tekad para pemangku kepentingan di lingkungan pendidikan untuk memberikan teladan yang baik kepada anak didiknya.

Semoga peringatan Hari Antikorupsi sedunia kali ini, menyadarkan kita semua bahwa perbuatan korupsi sekecil apa pun, akan berdampak negatif kepada kehidupan bangsa. Mulailah dari sekarang hindari korupsi dan jadikan korupsi sebagai bahaya laten bagi bangsa ini.***

0 komentar: