Headline News :

Jumat, 11 Juni 2010

Belajar Sambil Bekerja (Kisah Seorang anak Tambal Ban)

Kamis sore, seperti biasa saya mengambil motor saya di parkiran setelah usai pulang sekolah. Namun, ada sesuatu yang tiba-tiba tidak enak ketika motor dinaiki, ternyata ban motor saya bagian belakang kempis dan sudah bisa dipastikan bocor lagi. Sebab baru saja tadi pagi saya tambal, dan ternyata nambalnya belum rapih benar, dan pasti masih ada paku atau benda lain yang masih menempel di ban motor sehingga ban motor kempis lagi. Begitu pikir saya.

Dari sekolah Labschool, saya mencari tukang tambal ban yang berlokasi di sekitar jalan pemuda. Alhamdulillah setelah berjalan beberapa meter, saya temui tukang tambal ban, sehingga saya tak perlu jauh berjalan mencari tukang tambal ban. Kebetulan beberapa bulan lalu saya juga pernah menambal ban di tempat ini. Saya temui seorang bapak yang menjadi tukang tambal ban yang sangat ramah melayani para pengendara motor maupun mobil yang membutuhkan jasanya.

Tetapi, ada yang aneh dan menurut saya luar biasa terjadi di tempat ini. Ternyata si tukang tambal ban, ketika saya datang sedang mengajari anaknya belajar matematika. Anaknya kebetulan sekarang ini sudah kelas 7 di salah satu sekolah negeri di Jakarta Timur. Bapak dan anak terlihat sekali sangat akrab.

Terjadilah percakapan saya dengan tukang tambal ban.

Saya : “Pak bisa tambal ban?”

Tukang tambal ban: “bisa pak!”

saya: “tadi pagi baru saja saya tambal pak!, mungkin masih ada paku atau benda tajam lainnya yang masih menempel di ban luar, tolong dicek ya pak!”

tukang tambal ban: “baik pak, nanti saya check!”

Saya lalu duduk dan beristirahat sejenak, membeli aqua yang juga dijual di lokasi tambal ban ini. Selain membuka tambal ban, mereka juga membuka kios minuman dengan menggunakan roda di sore hari. Polisi pamong praja melarang mereka berjualan minuman di pagi hari. Alasannya dilarang berjualan di pinggir jalan pada pagi hari karena akan menimbulkan kemacetan lalu lintas.

Pada saat duduk itu saya tertarik dengan anak dari tukang tambal ban yang sedang mengerjakan tugas matematikanya. Wah, hebat! Sambil bekerja masih sempat buat PR, begitulah pikir saya. Lalu terjadilah dialog saya dengan anak tukang tambal ban yang belakangan saya ketahui bernama wias.

saya: “lagi apa de?”

wias: “lagi ngerjain tugas matematika sekolah, pak!”

saya: “siapa namamu?”

wias: “wias pak!”

saya: “Wah, hebat kamu, sambil bekerja bantu bapak, masih bisa mengerjakan tugas pula”.

wias: “iya pak, mumpung sempat dan bisa diajarin sama bapak” (dia menunjuk bapaknya yg sedang mengerjakan tambal ban)

saya: kamu sekolah dimana dek?

wias: “saya sekolah di smp negeri, dekat sini pak!” (Dia menujuk satu sekolah yg dekat bengkel, saya tahu sekolah mana yang dimaksud)

Wias sedang Membantu bapaknya menambal Ban Motor
Wias sedang Membantu bapaknya menambal Ban Motor

Saya terus memperhatikan wias mengerjakan PRnya dan tak lama kemudian, dia telah kembali membantu bapaknya menambal ban motor saya bagian belakang. Sambil bekerja itu, saya bertanya kepada bapaknya, apakah wias dapat bea siswa dari sekolah?. Lalu pak tambal banpun mengatakan bahwa sekolah negeri sekarang sudah gratis, tak ada lagi iuran tiap bulan. Hanya buku dan seragam harus beli sendiri, dan buat mereka ini sangat membantu, sebab tidak ada lagi iuran tiap bulannya yang menjadi beban hidup mereka.

Sambil menambal ban itu, terjadi dialog serius antara saya dengan tukang tambal ban. Intinya, tukang ban merasa bahwa pemerintah daerah DKI Jakarta sudah mulai memperhatikan pendidikan wong cilik.

Dari dialog itulah saya banyak belajar dari bapak dan anak ini, bekerja, belajar dan berdoa (3B) sudah menjadi three in one dalam keseharian mereka. Mereka terus berusaha mencari sesuap nasi, walau terkadang polisi pamong praja selalu mengusir mereka karena dianggap melanggar tata tertib dan tak berijin. Berjualan dan menambal ban di pinggir jalan raya. Memang dilematis juga yah, satu sisi mereka melanggar, tetapi disisi lain mereka membantu orang lain yang ban kendaraannya kempis. Coba anda bayangkan kalau tidak ada tukang tambal ban dipinggir jalan, pastilah banyak orang kesulitan mencari tukang tambal ban. Termasuk saya, yang sudah merasakan adanya manfaat dari tukang tambal ban dipinggir jalan ini.

Berjualan Minuman sambil menambal ban
Berjualan Minuman sambil menambal ban

Selesai mmbantu bapaknya, wias pun meminta izin kepada bapaknya untuk ke mesjid, sholat Maghrib Sepeda yang ada di tempat itu mengantarkan wias ke rumah Allah. Saya salut dengan anak ini. Terus bekerja, belajar, dan berdoa. Semua itu, hasil didikan dari bapaknya yang seorang tukang tambal ban yang tak pernah lupa sholat lima waktu. Mengajari anaknya matematika, ketika sedang bekerja menunggu orang yang memerlukan jasanya. Malampun tiba, dan bapak tambal ban itu pun mulai merapihkan peralatannya dan bersiap untuk bergantian dengan anaknya melaksanakan sholat mahgrib.

Semoga orang-orang seperti ini dimurahkan rezekinya oleh Allah, dan saya pun mengucapkan terima kasih kepada bapak tuang tambal ban yang sangat teliti. Setelah dengan sabar mencari dimana sumber bocornya ban, ditemukan potongan cutter kecil di sela-sela ban luar. inilah yang menyebabkan ban motor saya kempis dan harus ditambal. Terima kasih pak, saya pun tersenyum lega dan mampir ke masjid untuk sholat mahgrib, lalu pulang ke rumah dengan perasaan haru. Ternyata masih ada orang yang belajar sambil bekerja dan taklupa juga berdoa.

Saya banyak belajar dari wias dan bapaknya, hidup butuh kerja keras, dan terus belajar dan bekerja menjemput rezeki Allah. Lalu tak lupa pula menunaikan kewajibannya sebagai hamba Allah.

oleh : http://wijayalabs.com

0 komentar: