Pendapat Ahli
Menurut Philips
H. Combs: bahwa pendidikan luar
sekolah adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang
diselenggarakan di luar sistem formal, baik
tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang
dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka
mencapai tujuan-tujuan belajar.
Menurut UNESCO
(1972): pendidikan luar
sekolah mempunyai ketaatan, keseragaman yang rendah, program bervariasi, tujuan
tidak seragam, peserta didik yang tidak ketat, persyaratan yang longgar dan
teknik-teknik dagnosis, rencana dan evaluasi yang berbeda dibanding pendidikan
sekolah. Pendidikan sekolah mempunyai bentuk, tujuan dan isi program yang
seragam di tiap tingkatan, peserta didik yang ketat.
Menurut
Komunikasi Pembaharuan Nasiona Pendidikan:
PLS adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan
terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan,
latihan maupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan hidup, dengan tujuan
mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan
baginya menjadi peserta-peserta yang efisisen dan efektif dalam lingkungan
keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya.
Menurut UUD
1945, Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 1989 dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 73
Tahun 1991: PLS adalah kumpulan
individu yang menghimpun dari dalam kelompok dan memiliki ikatan satu sama lain
untuk mengikuti program pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah dalam
rangka mencapai tujuan belajar.
Konsep menurut
Kaplan (1964): PLS adalah sebuah
bentuk citra mental yang digunakan sebagai alat memadukan pengamatan dan
pengalaman yang memiliki kesamaan. Konsep pendidikan luar sekolah muncul
atas dasar hasil observasi yang hasilnya diketahui persamaan dan perbedaan
ciri-ciri pendidikan luar sekolah dan pendidikan sekolah. Pendidikan luar
sekolah juga memiliki sistem, prinsip, paradigma yang relatif berbeda dengan
pendidikan sekolah.
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia: PLS adalah
segenap bentuk pelatihan yang diberikan secara terorganisasi di luar pendidikan
formal. Misalnya, kursus keterampilan.
Menurut Russel
Kleis: pendidikan luar
sekolah adalah usaha pendidikan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis.
Biasanya pendidikan ini berbeda dengan pendidikan tradisional terutama yang
menyangkut waktu, materi, isi dan media. Pendidikan luar sekolah dilaksanakan
dengan sukarela dan selektif sesuai dengan keinginan serta kebutuhan peserta
didik yang ingin belajar dengan sungguh-sungguh.
Menurut Axinn: mengemukakan bahwa pendidikan luar sekolah merupakan
kegiatan yang ditandai dengan kesengajaan dari kedua belah pihak, yaitu
pendidik yang sengaja membelajarkan peserta didik, dan peserta didik yang
sengaja untuk belajar.
Menurut Suzanna Kindervatter: mengemukakan definisi pendidikan luar sekolah sebagai
berikut: pendidikan luar sekolah sebagai suatu metoda penerapan kebutuhan,
minat orang dewasa dan pemuda putus sekolah di negara berkembang, membantu dan
memotivasi mereka untuk mendapatkan keterampilan guna menyesuaikan pola tingkah
laku dan aktivitas yang akan meningkatkan produktivitas dan meningkatkan
standar hidup.
Suzanna
Kindervatter mengusulkan pendidikan pendidikan luar sekolah sebagai
"empowering process”. Empowering process adalah pendekatan yang
bertujuan untuk memberikan pengertian dan kesadaran kepada seseorang atau
kelompok guna memahami dan mengontrol kekuatan sosial ekonomi dan politik
sehingga dapat memperbaiki kedudukannya dalam masyarakat. Program pembelajaran
dalam empowering process dirancang untuk memberi kesempatan kepada para anak
putus sekolah, dengan menganalisis keadaan kehidupan mereka guna, mengembangkan
keterampilan yang dikehendaki agar dapat merubah keadaan kehidupan mereka.
Menurut
Adikusumo (1986: 57) dalam bukunya Pendidikan
Kemasyarakatan mengemukakan pengertian pendidikan luar sekolah adalah
setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar
sekolah, dimana seseorang memperoleh informasi-informasi pengetahuan, latihan
ataupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan hidupnya dengan tujuan
mengembangkan tingkat kerterampilan, sikap-sikap peserta yang efisien dan
efektif dalam lingkungan keluarga bahkan masyarakat dan negaranya.
Menurut Sudjana: mengemukakan
pengertian pendidikan luar sekolah sebagai berikut: "Pendidikan luar
sekolah adalah setiap kegiatan belajar membelajarkan, diselenggara-kan luar
jalur pendidikan sekolah dengan tujuan untuk membantu peserta didik untuk
mengaktualisasikan potensi diri berupa pengetahuan, sikap, keterampilan, dan
aspirasi yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga, masyarakat, lembaga, bangsa,
dan negara.
Menurut common sense: PLS adalah segala kegiatan pendidikan yang
berlangsung di luar sistem persekolahan dalam rangka meningkatkan potensi warga
belajar yang meliputi pelatihan-pelatihan, keterampilan, pengembangan
masyarakat sehingga dapat diaplikasikan baik di lingkungan keluarga maupun
bermasyarakat.
Realitas Lapangan tentang PLS
Pendidikan yang Sesuai dengan Kebutuhan Masyarakat
Kita menyadari bahwa SDM kita masih rendah, dan tentunya kita masih punya
satu sikap yakni optimis untuk dapat mengangkat SDM tersebut. Salah satu pilar
yang tidak mungkin terabaikan adalah melalui pendidikan nonformal atau lebih
dikenal dengan pendidikan luar sekolah (PLS).
Seperti kita ketahui, bahwa rendahnya SDM kita tidak terlepas dari
rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, terutama pada usia sekolah. Rendahnya
kualitas SDM tersebut disebabkan oleh banyak hal, misalnya ketidakmampuan anak
usia sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sebagai
akibat dari kemiskinan yang melilit kehidupan keluarga, atau bisa saja
disebabkan oleh oleh angka putus sekolah, hal yang sama disebabkan oleh faktor ekonomi.
Pendidikan dilakukan tidak lain hanyalah untuk menghasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas. SDM yang berkualitas hanya terbentuk apabila terdapat
proses pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas ini selanjutnya
hanya bertumpu pada lembaga pendidikan yang tidak membekali pada kemampuan
kognitif saja, akan tetapi pada kemampuan afektif dan psikomotorik (Isjoni, 2008:3).
Firdaus M. Yunus (2005:8) juga
mengatakan bahwa pendidikan bagi manusia adalah proses seumur hidup dan
terwujudkan atas dasar tujuan yang luas. Dewasa ini keberadaan pendidikan
lazimnya dipandang sebagai sesuatu kegiatan yang bersifat partisipan untuk
menyongsong perkembangan-perkembangan yang akan terjadi pada masa mendatang.
Postur antisipasi ini ditentukan oleh persepsi masyarakat pendidikan terhadap
kecenderungan yang ada yang ditarik secara inferensial dari fakta-fakta dari
dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Pendidikan luar sekolah atau
sekarang disebut pendidikan nonformal merupakan jalur pendidikan yang
diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak
harus berjenjang dan berkesinambungan. Satuan pendidikan non formal meliputi
kursus atau lembaga pendidikan keterampilan, kelompok beajar, atau satuan
pendidikan yang sejenis.
Pendidikan nonformal memberikan
pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat diluar jalur sekolah atau formal.
Pendidikan jalur ini meliputi PAUD, Pendidikan Kesetaraan, pendidikan buta
aksara, pendidikan orang dewasa, pendidikan keluarga, pendidikan masyarakat dan
pendidikan lain yang di tentukan untuk pendidikan mengembangkan kemampuan
akademik dan kejuruan peserta didik sesuai dengan kebutuhan.
Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed (2002:127), mengatakan bahwa penguasaan yang mendalam atas suatu ilmu dan suatu
keterampilan sehingga bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
di hadapi dalam kehidupan anak didik jauh lebih berguna dan lebih baik
ketimbang penguasaan banyak ilmu dan keterampilan secara sepintas lalu tidak
bisa dijadikan alat untuk memecahkan masalah kehidupan anak didik, baik dalam
kehidupan social maupun kehidupan akademiknya.
Pendidikan nonformal berasaskan
pendidikan sepanjang hayat atau livelong education. Pada pelaksanaan
pendidikan nonformal selalu melibatkan dan berorientasi pada kebutuhan
masyarakat. Sehingga masyarakat merasa memilikinya.
Sistem Pendidikan yang Sesuai bagi
Masyarakat
Pendidikan nonformal merupakan
pendidikan berbasis masyarakat, pendidikan berbasis masyarakat artinya
pendidikan tersebut bersumber dari kebutuhan masyarakat dan untuk masyarakat
itu sendiri, seperti yang di sebutkan oleh Paulo
Freire yaitu pendidikan berbasis realitas
sosial. Praktik pendidikan harus dibuat sedemikian rupa agar berkolerasi dengan
kebutuhan mendasar masyarakat, yang pada akhirnya pola kebijakan pendidikan
selaras dengan pemenuhan keberhasilan program otonomi daerah.
Pendidikan nonformal diselenggarakan
bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai
pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung
pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan
fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan
nonfermsl menjadi lebih efektif karena menekankan pada skill yang di
butuhkan oleh masyarakat itu sendiri. Pendidikan nonformal memberikan peluang
pendidikan kepada mereka warga masyarakat yang tidak berkesempatan mengenyam
pendidikan formal. Selain biaya yang relatif mahal, sistem pendidikannya yang
terlalu global dan kurang tepat sasaran pada kebutuhan masyarakat, pendidikan
nonformal dipandang lebih murah dan hemat, dengan adanya kursus atau lembaga
pelatihan kerja yang hanya membutuhkan waktu relatif singkat untuk
menyelesaikannya.
Michelle Kuenzi (2006) menyatakan, Non Formal Education
is genereally seen as more cost. Effective than format education because people
move through courses and programmes at a fas rate then students in the formal
system and, in turn, are able to utilise practical knowledge and skills
immediately.